10 August 2016

Bolehkah aku berhenti memperjuangkanmu?

Baca sebelumnya: Karena pelukmu selalu berhasil menenangkanku.

Tidak ada yang menyenangkan berjalan dalam bayang-bayang, namun bayang-bayangmu memberiku banyak arti, dan selalu berhasil membuatku memutuskan untuk berjalan lagi. Aku begitu tahu, mencintaimu adalah sebuah kesalahan, tetapi berkali-kali kamu meyakinkan, bahwa bukan aku penyebab dari segala kehancuran. Lalu, kamu memintaku kembali dalam hidupmu, dengan label sahabat. Haruskah aku bilang, bahwa semua sikapmu membuat aku sedikit muak? Kita pernah di tahap lebih dari sahabat, lalu kaumemintaku meneruskan hubungan denganmu sebagai sahabat biasa.

Aku menggelengkan kepala dan sibuk menahan air mata. Karena semua yang kulihat selalu membuatku ingat. Kamu membekas dalam otakku dan aku juga makin tak mengerti cara untuk mengusirmu dari hatiku. Kulewati jalan-jalan panjang yang kita lewati berdua. Dan, yang muncul di kepalaku, hanyalah wajahmu yang tersenyum, yang aku lihat di spion sepeda motormu. Betapa kebahagiaam bagiku begitu sederhana, memelukmu erat di atas sepeda motormu, dan mendengarmu bercerita tentang apapun. 

Kamu ingat? Kamu bercerita mengenai apartemen yang akan dibangun di sekitar rumahmu, masterplan yang kautolak karena daerah itu tidak bagus untuk dijadikan apartemen. Aku melihatmu dari kaca spion, memelukmu erat seakan tak ada lagi hari esok, dan kamu terus merancau dengan nada sebal. Aku jatuh cinta pada caramu mengungkapkan pendapatmu, aku jatuh cinta pada caramu menatapku dengan tatapan tidak biasa, dan aku jatuh cinta setiap kali kamu tersenyum ke arahku-- sementara aku tidak mampu menyembunyikan betapa rasa cinta di dadaku kian hari kian membesar.

Perasaan ini semakin sulit untuk dipertanggungjawabkan, terutama ketika kamu sering menghilang karena berbagai alasan. Dan, aku hanya mampu menunggu dengan sabar, menatap ponsel dengan penuh harap, berharap kamu menghubungiku untuk mengajakku bertemu. Tapi, kamu tidak pernah ada, kamu tidak pernah hadir dalam hari-hari saat aku membutuhkanmu. Aku mengerti, tidak bisa aku menuntutmu segalanya, karena perempuan yang kausembunyikan ini tidak berhak untuk mengatur dan meminta apapun darimu. Namun, salahkah jika aku ingin, suatu hari nanti, aku punya hak, punya otoritas, untuk terus bersamamu? Mungkin ini gila, tapi tidak bertemu denganmu, kemudian hanya bisa memendam rindu yang membesar bisa juga membuatku merasa gila.

Sungguh, aku tidak memintamu lebih dari waktu yang bisa kamu berikan untukku. Karena aku juga paham, waktumu sudah cukup tersita dengan pekerjaan juga dengan gadis pilihanmu. Sebagai yang bukan pilihan, aku hanya mampu menatapmu dengan sabar, hingga waktu yang tepat datang, agar aku bisa memelukmu walau sesaat. Semua waktu kita, walaupun singkat, adalah waktu yang sangat berharga bagiku. Kamu tidak tahu luka yang ada saat aku memelukmu dengan erat, pelukan yang mungkin terasa begitu berlebihan. Kamu tidak tahu, rasa sakit hati yang ada, saat kita berpelukan namun kamu sibuk bercerita tentang kekasihmu. Kamu tidak tahu, saat pertama kali kamu bilang sudah punya kekasih, dan saat itu juga aku menangis sejadi-jadinya dalam pelukmu, bisakah kamu tebak apa yang ada dalam benakku? Aku merasa kamu adalah the one, sementara kamu hanya menganggapku selingkuhan.

Saat aku menangis, kamu berusaha menenangkanku, dan ada kebingungan yang nampak jelas di wajahmu. Kamu memintaku untuk berhenti menangis, namun air mataku sulit diajak kompromi. Air mataku jauh lebih memahami apa yang terjadi di dalam hatiku, sementara kamu tidak pernah paham apa yang sebenarkan aku rasakan. Pelukmu, kala itu, lebih menyakitkan daripada perpisahan apapun. Yang paling menyakitkan bagiku adalah saat kamu mengaku sangat mencintaiku, tetapi kamu tidak mungkin meninggalkan kekasihmu. Jika memang kamu sudah berdua, mengapa kamu memelukku, mengecupku, menahanku pergi seakan hanya akulah satu-satunya yang kamu miliki?

Luka itu semakin meluas, saat aku berusaha melupakanmu, namun kamu pada akhirnya selalu punya tempat di hatiku. Kamu selalu ada di tempat yang secara sukarela aku sediakan, dan aku berikan hatiku yang utuh untuk kamu patahkan berkali-kali. Semakin aku jatuh cinta padamu, semakin aku menyadari bahwa kamu tidak akan mungkin aku miliki. Bahkan, aku tidak tahu, status kita ini bisa dinamakan apa. Kamu punya kekasih, tetapi kamu sangat mencintaiku dan tidak ingin meninggalkanku, lebih anehnya lagi-- kamu tidak ingin aku pergi dari hidupmu.

Bisakah kaumembayangkan rasanya jadi aku? Yang harus terus mengalah, yang harus terus menyembunyikan air mata, yang harus bersedia disakiti berkali-kali, yang harus menutup mulutnya agar tidak mengeluh, yang kelak akan dibenci temanmu, dan segala rasa sakit yang aku rasakan-- hanya demi memperjuangkan dan mempertahankanmu? Terlalu banyak ketidakadilan yang kurasakan. Terlalu banyak kesesakan dan rasa bersalah yang menghantuiku. Aku sangat mencintaimu, sungguh, dan mengetahui tubuhmu tidak hanya dipeluk olehku adalah patah hati terbesar yang sulit dijelaskan kata-kata.

Kaumemintaku untuk menyembunyikan segalanya. Kamu ingin aku tidak terlihat seperti jatuh cinta padamu. Kamu mengaturku sesuai yang kamu mau. Hanya karena kamu tahu aku sangat mencintaimu, lalu kamu menginjak-injak perasaanku seakan mengerti bahwa aku tidak mampu melawan. Ingin rasanya aku menatapmu, dengan sisa-sisa air mata yang masih aku miliki, memberitahu seberapa dalam luka yang aku rasakan, agar kamu mulai berhenti menyakitiku.

Sayang, kamu tentu tidak akan mengerti seberapa dalam luka hati yang aku rasakan. Setiap pelukanmu, setiap kecupmu, setiap kata dari bibirmu, setiap ucapan cinta darimu, selalu berhasil membuatku memaafkanmu. Kamulah iblis yang terlihat malaikat di mataku. Kamulah penjahat yang aku bela mati-matian. Kamulah tersangka yang rela aku sembunyikan. Hingga pada akhirnya mungkin kekasihmu akan tahu dan menuduhku pecundang. Padahal, kamu tahu betul, siapa yang paling hiperaktif dalam perkenalan kita. Bukan aku. Bukan kamu. Tapi, takdir yang menggariskan kita untuk bertemu dan saling memandang. Apakah cinta tetap benar, jika dia datang di waktu yang tidak tepat?

Koko, kamu tahu seberapa besar perasaan yang aku miliki, kamu juga tahu siapa yang paling mencintaimu di sini. Lalu, jika kautahu cintaku lebih besar daripada cinta kekasihmu padamu, mengapa tetap harus aku yang mengalah? Jika kaumengerti perjuanganku untuk mempertahankanmu jauh lebih besar daripada perjuangan kekasihmu mempertahanmu, mengapa harus aku lagi yang kausembunyikan dari sorotan mata dunia? 

Yang membuat aku sedih bukan karena aku tidak memelukmu berhari-hari, namun yang membuatku sedih adalah mengapa aku tidak pernah diberi kesempatan untuk memperjuangkanmu lebih jauh lagi? Yang membuatku terluka bukan karena kamu lebih dulu punya kekasih, namun yang membuatku semakin terluka adalah kamu tidak pernah mengaku pada siapapun bahwa aku hadir dalam hidupmu. Aku tidak pernah bersedih terlalu banyak jika kita tak bertemu. Aku juga tidak marah jika harus kehilangan kamu terus. Namun, sadarkah kamu, ada perempuan yang selalu mengalah di sini, hanya untuk si tolol yang begitu dia cintai?

Beri aku kesempatan untuk berpindah, jika kamu tidak megharapkan aku dalam hidupmu. Jangan meminta aku tetap tinggal, jika pada akhirnya justru kamu yang meninggalkanku.


Untuk kamu yang menawarkan,
segala macam bualan,
yang kupikir cinta.

******

Sudah punya buku Dwitasari yang judulnya apa saja? Yuk, baca informasi buku Dwitasari di sini :)

03 August 2016

Karena pelukmu selalu berhasil menenangkanku

Baca sebelumnya: Aku berharap Tuhan mengembalikanmu ke dalam pelukanku.

Pada jam hampir menyentuh empat pagi ini, tidak banyak yang bisa aku lakukan di sisa-sisa kekuatan aku mengerjakan novelku, selain membaca ulang percakapan kita di Whatsapp. Percakapan terakhir kita terjalin sepuluh hari yang lalu. Ini yang kubenci darimu, kamu selalu memintaku untuk menghubungiku lebih dulu, sedangkan sebagai perempuan-- aku lebih ingin dihubungi lebih dulu. Aku mencoba menguatkan diri, untuk pada akhirnya menghubungimu lebih dulu, betapa sulitnya untuk meredam gengsi agar bisa menghubungi, namun setelah aku lakukan itu, kamu tidak membalas apapun, dan hilang lagi selama sepuluh hari. Aku menyimpan tanya, lalu apa maumu kali ini setelah segala gengsi telah kubunuh hanya demi tetap memelukmu lewat tulisan?

Aku pernah bilang padamu, mengapa aku tidak boleh mengunduh aplikasi Telegram, yang pernah kauceritakan padaku itu. Karena begitu mudah memelukmu lewat tulisan di Telegram jika kutahu kamu membalas Whatsapp bisa begitu lama. Aku sering bertanya padamu, mengapa aku tidak boleh ikut permainan WereWolf di Telegram. Padahal, aku tahu betul konsep permainan itu, Koko Sayang, menebak siapa yang menjadi seringala yang telah membunuh seluruh penduduk desa. Aku pernah memainkan permainan itu di dunia nyata bersama teman-temanku, namun kamu hanya menggeleng pertanda tidak setuju jika aku ikut bermain WereWolf di Telegram. Saat aku menanyakan alasan, kamu selalu berkata, kamu ingin aku terlindungi dalam persembunyian kita. Aku hanya mengangguk setuju, bukankah sebagai yang disembunyikan, aku tidak boleh menuntut banyak?

Percakapan itu berakhir dengan pelukmu yang semakin erat. Kamu menceritakan apapun yang terjadi hari itu dan aku menceritakan bagaimana hari itu begitu menyenangkan karena aku berhasil menyelesaikan salah satu bab novelku. Kita berpelukan lekat sambil menunggu hujan reda, tidak ada yang bicara, hanya suara rintik hujan yang menyentuh atap. Aku tertidur di bahumu seakan tidak ada tempat yang lebih hangat selain bersandar di sana. Kamu punya daya dan upaya untuk membuat aku tenang. Kamu selalu tahu caranya mendiamkan iblis dalam diriku, itulah mengapa aku begitu jatuh cinta pada malaikat sepertimu, si malaikat berwajah iblis yang memegangi rokok dengan senyuman yang membunuh. Ah, aku rindu kamu.

Koko, sepuluh hari ini kamu pergi entah ke mana. Dan, sebagai yang kausembunyikan, aku hanya mampu menunggu tanpa meminta. Sebagai yang tak berhak, aku hanya bisa menyebut namamu dalam doa panjangku. Sebagai perempuan yang tahu diri, aku cukup paham bahwa sikapmu ini tentu karena tidak ingin diganggu. Bolehkah aku jujur, jika aku sangat rindu pelukmu dan hanya ingin mendengar suaramu yang hanya satu sentimeter dari telingaku? Kamu tahu betul, begitu mudah cara membahagiakan aku. Karena kamu paham, aku tidak akan bersungut memintamu menempuh jarak puluhan kilometer hanya untuk bertemu dan makan enak. Kamu tentu mengerti, aku tidak akan menuntut segalanya hanya agar kamu bisa membuatku bahagia, dengan memelukmu dan melihat asap rokokmu-- itu jauh dari kata cukup. Tidak sulit untuk membuat aku bahagia, Koko Sayang, tapi kamu menolak untuk melakukannya, seakan membuatku bahagia sesulit membuat seribu candi dalam satu malam.

Aku merindukanmu pelukmu dan merindukan suaramu, hanya itu yang aku tahu. Waktuku memang termakan untuk segala kewajiban, tapi kamu selalu hadir di sisa-sisa waktu yang aku miliki. Bukan, bukan berarti kamu nomor sekian, aku hanya menempatkanmu di tempat yang pantas untuk pria yang spesial, karena kamu pantas berada di sana. Tapi, mungkin, aku tidak pernah ada di mana-mana, pun di hatimu juga otakmu, itupun juga aku maklumi, tidak pernah ada tempat untuk yang disembunyikan. Aku begitu percaya bahwa tidak pernah ada tempat untukku, itupun aku percaya saat aku memutuskan berpisah denganmu, tapi setiap aku menyerah-- kamu selalu memberiku kekuatan yang salah, kekuatan yang selalu merasa yang kita lakukan ini benar, kekuatan yang membuat aku tidak menyalahkan siapapun juga tidak menyalahkan keadaan. Kamu selalu mampu memberiku rasa percaya, bahwa ada bahagia di ujung jalan sana, meskipun yang aku rasakan; kita hanya berjalan di tempat, tidak ke mana-mana.

Sayang, kamu tahu kita tidak berpindah ke mana-mana, yang kamu tahu aku hanya perempuan yang jelas tidak akan menuntut apa-apa selain pelukmu yang mampu menghangatkannya. Koko, kamu begitu paham, bahwa tidak akan ada kebahagiaan di antara kita, hanya kesenangan sesaat lalu kamu akan pergi tanpa jejak. Mungkin, bagimu, aku begitu lumrah untuk disakiti, lalu aku akan segera terobati dengan novel yang segera aku tulis setelah patah hati. Maaf, Sayang, kamu salah besar. Perempuan tidak bisa kamu samakan dengan logika yang kamu gunakan, logika laki-laki. Aku tidak pernah menyesal telah menjadi perempuan yang menggunakan perasaan dalam banyak hal, aku tidak pernah menyesal telah memelukmu, aku tidak menyesal pernah tertidur di pundakmu, aku tidak menyesal mendengar detak jantungmu yang memburu, aku tidak menyesal mengecupmu, aku tidak menyesal adanya cinta di antara kita. Tapi, ada satu hal yang aku sesali, mengapa ketika aku sudah memberikan segalanya, namun kamu hanya memberiku seperlunya.

Aku mencintaimu. Kamupun tahu itu. Namun, aku tidak akan jadi siapa-siapa bagimu. Kamupun tahu itu. Sebelum semua berakhir lagi dalam kata pisah, bisakah kita habiskan sisa waktu yang kita punya hanya untuk membuatku bahagia dengan pelukmu? Aku tidak tahu daya magis apa yang terkandung dalam pelukmu, di sana aku bisa menangis sejadi-jadinya, ataupun tertawa segila-gilanya. Hanya itu yang kurindukan, karena seperti yang aku bilang, aku tidak hendak memintamu menempuh jarak puluhan kilometer hanya untuk sebuah pertemuan nyata. 

Aku mencintaimu bagaimanapun dirimu. Aku tetap mencintaimu, meskipun tubuhmu berlumuran tepung seusai kamu meracik mie. Aku tetap mencintaimu, meskipun kamu menunjukan sebuah kitab suci yang kaubakar sambil tertawa. Aku tetap mencintaimu, walaupun kencan termewah yang pernah kita lakukan hanyalah makan Rice Bowl di Cibinong City Mall. Aku masih mencintaimu, meskipun berhari-hari kamu tidak menghubungiku lebih dulu. Aku sungguh mencintaimu, meskipun kamu selalu membuatku menunggu. 

Kamupun mencintaiku pasti karena penuh dasar. Kamu masih mencintaiku, mencintai kekuatan yang aku miliki untuk bersabar, bahkan saat puluhan temanmu mencaci aku dan melumuri aku dengan segala fitnah yang menyedihkan. Kamu mencintaiku karena aku tidak menuntut banyak hal darimu. Kamu mencintaiku karena suaraku selalu berhasil membuatmu tidur, terutama jika aku memperdayai kamu dengan lagu Somewhere Over The Rainbow atau lagu Raisa yang berjudul Kali Kedua. Kamu mencintaiku karena kita berbeda dalam segala, namun perbedaanku sepenuhnya mampu melengkapimu. Kamu mencintaiku, tentu karena aku hanya mampu menangis dalam pelukmu, ketika kamu berkata sudah punya kekasih. Kamu mungkin semakin mencintaiku di hari itu, saat berjam-jam aku hanya mampu menangis hingga mataku bengkak. Hari itu, mungkin duniamu menggelap, karena pada akhirnya kamu menyadari, ada orang yang sungguh mencintaimu, namun gadis itu datang di waktu yang salah.

Aku adalah kesalahan yang ingin terus kamu ulang. Sementara kamu adalah kesalahan yang tidak ragu aku buat berkali-kali. Kita punya banyak kesamaan juga perbedaan, tapi perasaan yang memenuhi kita berdua mampu mengubah segala ledakan menjadi paduan suara termerdu yang pernah kita dengar. Suaramu adalah nada sumbang kesukaanku, tetaplah begitu sampai Tuhan mengizinkan kita kembali bertemu.

Dan, di pukul empat pagi ini, sambil menunggu jam lima untuk lari pagi, aku masih menyimpan harap-- bahwa kamu akan tiba-tiba muncul di dekat rumahku, hanya untuk mengajakku makan bubur ayam; seperti sepuluh hari yang lalu. Kamu selalu tahu cara membuatku bahagia dan tersenyum, jadi plis jangan pakai anting putih di telinga kirimu, yang membuat aku marah sepanjang jalan saat kita mencari bubur ayam.

Terakhir. Aku mencintaimu. Hanya itu yang kutahu. Hanya itu yang bisa aku lakukan. Tetap ikut aturan mainmu. Tetap bahagia dalam rahasia kita.


Untuk pria bermata sipit,
yang menyediakan "tempat persembunyian",
paling menyenangkan.

*****

Sudah punya buku Dwitasari yang judulnya apa saja? Yuk, baca informasi buku Dwitasari di sini :)