04 June 2015

Empat puluh hari tanpamu

#SerialTanpamu


Aku menulis novel kedelapanku sambil mendengar Sam Smith meratap di lagu Lay Me Down. Entah mengapa lirik lagu ini membuat aku merasa perlu diam beberapa saat dan tiba-tiba memikirkanmu. Ingatanku memutar ulang kenangan-kenangan kita dulu, kamu selalu meneleponku sebelum aku menulis novel, pernah beberapa kali aku membentakmu karena kamu menghubungiku di saat yang tidak tepat. Bentakan itu hanya kaubalas dengan kata maaf dan setelah itu entah mengapa aku merasa bersalah, esok harinya aku menemuimu dan meminta maaf, lalu hubungan kita kembali baik-baik saja. Ah, seandainya berakhirnya hubungan kita kemarin bisa teratasi hanya dengan kata maaf dan pertemuan, rasa-rasanya aku ingin melakukan dua hal itu agar bisa mengembalikanmu ke dalam duniaku, walaupun memilikimu kembali adalah hal yang mustahil. 

Apa kabarmu hari ini? Aku selalu berharap kamu baik-baik saja, meskipun saat mengingat kamu pernah begitu menyakitiku, kadang aku pun juga berpikir lebih baik kamu mati saja dimakan gorila, dan khayalan tentangmu di otakku semakin hari semakin aneh saja. Aku mau cerita sedikit mengenai sahabatmu yang di Bengkulu itu, dia selalu menceritakan kabarmu padahal aku tidak menanyakan apapun. Ya, hingga saat ini seluruh dunia masih menganggap aku sangat terluka dan sangat terpuruk. Lukaku memang tak sepenuhnya sembuh, tapi aku yakin akan ada saatnya semua berubah jadi baik-baik saja, dan aku tak perlu menyesali pertemuan kita, apalagi menyesali semua kebohonganmu padaku.

Agar luka itu tak makin parah, aku mencoba untuk tak mencari tahu tentangmu. Namun, sahabatmu selalu bercerita tentangmu, menceritakan betapa bahagianya hubunganmu dengan kekasih barumu. Aku menanggapi cerita itu dengan santai, memangnya apa urusannya denganku jika kamu telah bahagia bersama kekasih barumu? Dan, apakah aku harus merasa tersiksa dan kembali meratapi perpisahan kita? Masa-masa itu sudah terlampau lewat dan untuk saat-saat ini memang aku masih sering merindukanmu, tetapi yang aku lakukan hanya satu, diam dan tak peduli. Diam membuatku tak perlu banyak memikirkanmu dan tak peduli membuatku tidak lagi sakit hati. Bukankah perhatian terlalu banyak hanya akan menghasilkan luka yang sama banyaknya juga?

Sam Smith masih terus berbisik di telingaku dengan lagu yang terus aku ulang. Mungkin, malam ini akan sangat menyenangkan jika aku bisa bersandar beberapa saat saja di lenganmu. Mungkin, malam ini aku akan merasa tenang menulis bab-bab dalam novelku jika beberapa menit saja bisa bertemu denganmu. Tapi, bukankah itu semua tak mungkin lagi aku lakukan? Kamu telah seutuhnya bahagia dan aku tak perlu menganggu kebahagiaanmu yang sekarang.

Harusnya, Bang, Adek juga sudah bahagia seperti Abang, tapi kenapa, ya, Bang, sekarang mencari bahagia itu sangat sulit? Adek diajak sarapan dengan pria dari fakultas sebelah, kami bercanda dan tertawa, namun tak ada kehangatan apapun yang Adek rasakan. Siangnya, Adek menyantap makan siang bersama seorang pria yang jauh-jauh datang dari Bogor, anak IPB jurusan teknik sipil dan lingkungan, namun tak ada hal yang spesial bagi Adek. Banyak pria datang dan pergi, tetapi entah mengapa hingga saat ini belum ada pria yang seperti Abang. Salahkah jika aku selalu berharap ada pria yang seperti kamu, sikapnya mirip denganmu, punya motor Honda CBR juga seperti motormu, berbicara dengan dialek Melayu-Bengkulu juga, berkuliah di kampus seperti kampusmu, berkuliah di jurusan yang sama sepertimu. Adakah pria yang sangat mirip denganmu yang bisa aku miliki seutuhnya dan tidak akan menyakitiku seperti kamu menyakitimu? Oke, pertanyaan ini memang bodoh, tapi aku kangen kamu. Dan, inti dari tulisan berantakan ini adalah aku mau ketemu kamu.

Kamu boleh bilang aku labil, di atas aku seperti perempuan kuat, lalu kemudian aku kembali terlihat lemah. Mengapa aku harus repot-repot berdrama menjadi perempuan paling kuat sedunia sementara seluruh dunia juga tahu ditinggal saat sedang cinta-cintanya adalah salah satu hal yang bisa membuatmu lupa bahwa hidup harus kembali dijalani dengan normal lagi? Bagaimana aku merasa ini semua bisa berjalan dengan normal sementara normal dalam ukuranku adalah tetap di sampingmu dan tetap menggandeng tanganmu? Dan, aku sekarang sedang berusaha sekuat tenaga untuk mengubah anggapan bahwa normalku tak berhubungan denganmu. Butuh waktu? Iya, semua cuma soal waktu, tapi aku pun juga tak tahu sampai kapan harus merasa tersiksa seperti ini.

Jika waktu bisa diputar ulang, aku tentu akan menolak uluran tanganmu saat menyebut nama. Jika waktu bisa diputar ulang, aku akan menolak perkenalan yang kamu tawarkan. Jika tahu akhir cerita kita akan sesedih ini, lebih baik aku tak pernah memulai semua, tak perlu tahu lagi tentangmu, dan tak perlu membalas semua chat-mu kala itu. Jika tahu kamu akan pergi secepat ini, aku tentu tidak akan pernah berkata iya saat kamu menyatakan cinta.

Maaf, untuk segala tulisan tak masuk akal yang aku tulis tentangmu, untuk segala pertanyaan yang tak pernah ada jawaban, dan untuk segala perasaan yang harusnya tak lagi ada. Maaf , jika aku masih saja menulis tentangmu meskipun hubungan kita telah berakhir. 

Dengan menulis, aku merasa kamu masih hidup dalam duniaku. Dengan menulis, aku bisa memelukmu sepuas yang aku bisa. Dengan menulis, aku bisa memilikimu tanpa banyak larangan. Dengan menulis, aku bisa terus memandangimu, menganggap semua perpisahan ini tak pernah terjadi, berandai bahwa kamu sedang di depanku-- merokok saja sepuasmu. Aku tidak akan memarahimu, asal kamu tidak pergi dari hidupku. Nonton anime saja sepuasmu, lakukan sesukamu, tapi tolong jangan tinggalkan aku dengan perasaan remuk dan hancur. Main game online saja sesering yang kamu mau, asal kamu tetap di sini bersamaku.

Sam Smith masih menyanyikan lagu yang sama, sementara aku masih menyimpan rindu yang sama padamu. Ya, aku memang bodoh; bodoh level lima, tolol level tiga, norak level dua. Tapi, dengan kebodohan ini, dulu aku pernah tahu rasanya dicintai dengan sederhana olehmu. Kesederhanaan yang membuatku bahagia pernah menjadi milikmu, walaupun semua singkat.


dari perempuan,
yang mensyukuri kebodohannya,
namun menyesali rasa cintanya,
yang begitu besar padamu.


3 comments: