22 October 2014

Buku #KekasihTerbaik telah TERBIT


Judul Buku: Kekasih Terbaik
Penulis: Dwitasari
Tebal Halaman: 264 halaman
Penerbit: Loveable, Ufuk Publishing
Tahun Terbit: 2014
Harga: Rp49.500 


SINOPSIS

Biarkan waktu yang memilihkannya:
Bisa saja dia kekasih terbaikmu, dan kau kekasih terbaiknya, dan bisa pula kalian berdua adalah kekasih terbaik orang lain. Entahlah, percayakan semuanya pada cinta—dan waktu tentu saja.

Zera masih di ambang gamang. Ia tidak tahu ke mana cinta akan membawanya pergi:

Pada Yoga? Lelaki dingin yang dicintai secara diam-diam sejak kecil oleh Zera, dan lelaki yang tidak pernah mengatakan hal-hal yang lebih untuk dikatakan kepada seorang sahabat. Ya, mereka hanya sahabat kecil—walau terselip sesuatu yang lebih di dada Zera, entah di dada Yoga.


Atau Doni? Pelukis muda yang mengagumi Picasso. Sudah tentu Zera tidak harus menebak, sudah tentu ia tahu bahwa Doni mencintainya. Hanya saja, Zera tidak pernah yakin pada perasaannya sendiri, ia tidak tahu harus melabuhkan hatinya pada Doni yang begitu misterius atau pada Yoga yang telah memiliki Tasya.

Zera hanya tahu cinta pada akhirnya akan menyelamatkan dia dari lorong kegelapan. Zera masih ingin percaya bahwa cinta akan membawanya menuju cahaya terang. Tapi, siapakah yang akan menggenggam jemari Zera, secara lembut membisikan kalimat indah di telinga Zera, bahwa gadis pemurung itu masih berhak untuk bahagia?

TOKO BUKU

Buku ini telah terbit di toko buku kesayanganmu seperti Gramedia, Gunung Agung, TM Bookstore. :)
PESAN ONLINE DI @BUKUKITA

SMS-WHATSAPP-LINE: 081285000570 
PIN BB: 5153FF4D
Email: Order@bukukita.com
Website: http://www.bukukita.com/Buku-Novel/Fiksi/129518-Kekasih-Terbaik.html

KEUNTUNGAN PESAN ONLINE
  1. Mendapatkan tanda tanganku
  2. Totebag #KekasihTerbaik
  3. Mp3 eksklusif berisi OST Buku #KekasihTerbaik
  4. Diskon langsung

Terima Kasih untuk Kebohonganmu

Seperti biasa, kamu menghilang dan tak ada kabar. Hari ini pun kamu tak mengizinkanku sedikit saja tahu keadaanmu, apakah pilekmu sudah hilang, apakah batukmu telah sembuh, apakah beberapa jerawat yang tumbuh di wajahmu telah kempes. Aku hanya ingin tahu jawaban sederhana itu dan kamu tak menyediakan sedikit saja waktumu untuk memberiku jawaban atas semua pertanyaan lugu itu. Dan, terima kasih, untuk lima hari yang penuh campur aduk, perkenalan ini membuat aku cepat mabuk juga cepat membasahi pelupuk mata.

Saat pertama kali kita bertemu, aku dan kamu sama-sama mengagumi ciptaan Tuhan yang disebut mata. Aku masih percaya Tuhan, kamu percaya tuhanmu adalah dirimu sendiri. Sepulang dari pertemuan itu, tanpa sepengetahuanku, kamu membuat puisi tentangku, yang kamu bacakan pada percakapan kita tengah malam itu. Dengan malu-malu, aku menyuguhkan dua puisi tolol yang entah bagaimana caranya puisi itu bisa membuatmu turut malu-malu. Aku merasa seperti anak SD yang dadanya berdebar kencang karena hal yang tidak kupahami sama sekali. Masa iya, ini cinta? Sementara tubuh putih, wajah oriental, dan pria berkacamata yang kutemui siang tadi; hanya beberapa menit mampir di pandangan mataku. Dan, kita sama-sama bertanya, ini cinta?

Dua hari yang lalu, kamu tiba-tiba muncul mengagetkanku, padahal paginya kamu menghilang tanpa jejak. Kejutanmu menyenangkan, tapi mengapa hal menyenangkan itu selalu diawali dengan hilangnya dirimu dalam jangka waktu yang lama? Tulisan ini akan sangat jelek dibaca, aku tidak ingin sastrawan sekelasmu membaca tulisan bodoh ini, sambil tertawa terbahak-bahak. Tidak jelas plotnya, tidak jelas alurnya, siapa tokohnya. Barisan paragraf ini kutulis hanya untuk menumpahkan kekesalanku pada kebohong-kebohongan bodohmu yang telak kupercayai dengan sangat berani.

Dua hari yang lalu, aku masih ingat rangkulanmu, aroma tubuhmu, saat pertama kali kamu mencium pipiku, saat kamu mengcup keningku, dan tanpa bisa mengemis; aku harus membiarkanmu pergi dengan cepat, menghilang bagai asap, dan duniaku kembali senyap. Kalau boleh jujur, gadis tolol ini telah mencintaimu, meskipun aku tahu betapa masa lalumu bukanlah hal yang mudah ditolerir oleh gadis seumurku. Aku percaya saja ketika kaubilang kautak lagi suka pada pria, aku menerima saja ketika kautak menceritakan apapun, dan saat kita bertemu; hanya aku yang selalu bercerita bagaimana aku memandang dunia. Mengapa kautak membiarkan aku tahu bagaimana isi dalam kepalamu? Memangnya aku ini masih gadis asing yang terlihat seperti pemberontak kelas kakap berusaha meringsek masuk ke dalam pagar duniamu?

Sejak mengenalmu, aku tak peduli bagaimana orang menilaimu, bagaimana caramu mencintai seseorang; cara-cara yang dibilang orang lain menyimpang. Aku tak pernah mengganggap bahwa aku berkenalan dengan seorang pelaku kriminal. Aku juga tak peduli pada hasil keingintahuanku bahwa ternyata kamu punya kekasih yang jenis kelaminnya sama denganmu. Itu bukan salahmu, salahku yang mencintaimu. Salahku. Salahku? Salahku!

Salahku yang mau melanjutkan perkenalan ini, padahal mungkin kautidak berselera pada gadis tolol yang masih dikekang orang tuanya, padahal mungkin kautak mau mengetahui sosokku lebih dalam. Salahku yang salah mengartikan semua, salah mengartikan sentuhanmu, salah mengartikan kecup lembutmu, salah memahami suara beratmu, salah menilai cara bicaramu, salah memaknai arti rangkulanmu, salah dalam banyak hal, salah mengapa aku, sekali lagi-- jatuh cinta padamu.

Salahkan aku jika tulisan ini juga salah, jika perasaan ini semakin ngawur, jika penilaianku yang kelewat absurd ini masuk kategori pikiran paling tolol versi On The Spot. Aku tak bisa berhenti menyalahkan diriku sendiri, menyesali yang selama ini kurasakan, tidak berpikir panjang mengenai apa yang seharusnya kulakukan jika menghadapi pria spesial sepertimu.

Aku tidak tahu, aku kalut pada rindu yang menggebu. Takut bahwa ternyata aku tak sebermakna itu di hatimu. Takut bahwa aku hanya kauanggap halte tempat kausinggah sebelum memutuskan pergi. Jika memang aku dilarang mencintaimu, mengapa kaumasih memberiku kesempatan untuk berharap?

dari lautmu
yang katamu
berhasil menghancurkan
batu karangmu.

08 October 2014

Beberapa hal yang tidak bisa aku lupakan darimu

Aku masuk ke sebuah toko parfum yang pernah kita kunjungi berdua. Toko parfum di bilangan Depok, tempat yang tidak terlalu asing bagiku dan bagimu. Di sinilah tempat kencan pertama kita terlewati. Aku melihat-lihat parfum yang aromanya seperti aroma tubuhmu. Barcelona, parfum yang hanya kaubeli biangnya saja, yang kaubilang murah itu, dan kusarankan padamu agar membeli yang asli; supaya saat terkenal kulit, tidak menimbulkan panas ataupun iritasi. Kamu menyetujui hal itu dan yang dipikiranku kali ini hanya satu, memiliki segera parfum Barcelona untuk mengganti aroma tubuhmu yang belum lama ini pergi.

Setelah dari sana, aku berjalan ke lapo, tempat makan khas Batak. Memesan makanan yang dulu kaupesan. arsik, seperti pepes ikan, makanan yang berusaha diterima oleh lidahku yang sangat Jawa sekali. Kamu tertawa ketika wajahku berubah merah karena tak tahan dengan pedasnya makanan kesukaanmu itu, kamu semakin tertawa geli ketika aku hampir menangis melihat sangsang, salah satu makanan kesukaanmu juga yang terbuat dari daging anjing. Kali ini, tanpa ditemani olehmu, aku memakan ariskku sendiri, membayangkan kamu yang dulu pernah mengambilkan daging ikan ini untukku dan mengelus lembut rambutku layaknya seorang abang yang menyuruh adiknya lekas makan dan tumbuh besar.

Dengan badan yang cukup lelah, aku mencoba menerjemahkan perasaanku. Aku kembali membuka laptop-ku dan melanjutkan novel yang harus sesegera mungkin kuselesaikan. Mataku sudah sangat mengantuk, ditambah lagi perasaan aneh yang menggeluti setiap malam-malamku. Aku tak lagi mendengar suaramu, suara beratmu yang selalu mengantarkan tidurku. Sekarang, aku harus menerima kenyataan bahwa kamu tak lagi menjadi bagian dalam hari-hariku.

Entah mengapa, mataku mulai panas, dan aku tak heran jika beberapa hari ini keyboard laptop-ku selalu tiba-tiba basah, sesegera mungkin aku segera meraih tisu, menghapus jejak-jejak air mata yang ada di laptopku dan di pelupuk mataku; tentunya dengan jemariku sendiri. Karena sekarang, jemarimu mungkin telah menghapus air mata wanita lain, air mata wanita yang mungkin disetujui ibumu.

Menyadari bahwa susunan dan logika kalimat yang kutulis mulai berantakan, aku mulai meninggalkan tulisanku sebentar, dan berbaring sambil menatap langit-langit kamar. Kukira dengan begini, aku bisa melupakanmu, tapi dengan menatap langit-langit kamar ini, aku jadi ingat peristiwa ketika kamu tak ingin melepaskanku dari pelukmu, saat kamu terkena demam hebat kala itu. Aku yang kehujanan, membawakanmu obat, segelas air putih, dan bubur ayam kala itu hanya menjadi sosok pengganti kekasihmu yang tak bisa hadir menemanimu. Sejak berkenalan denganmu, sejak tahu kamu telah memiliki kekasih dan tahu bahwa kekasihmu satu etnis denganmu, sejak saat itu pun sebenarnya aku sudah merasakalah. Tapi, Abang, aku cuma perempuan Jawa yang tidak akan memaksakan kehendakmu jika kita tak bisa bersatu karena kita berbeda, aku tidak memperjuangkan siapa yang harus menang dan harus kalah, aku hanya tahu mencintaimu; dan entah mengapa aku belum punya alasan yang logis untuk melupakanmu.

Saat kamu sakit dan hujan yang turun di langit Depok kala itu, kamu hanya memelukku dengan sangat rapat, tidak berbicara apapun, yang kuingat kala itu kamu hanya memanggil nama kekasihmu berkali-kali dan mengira aku adalah kekasihmu, wanita yang tak pernah ada saat kamu butuh. Sebenarnya, aku sangat ingin menangis kala itu, tapi melihatmu dalam keadaan sakit begitu, aku tak pernah ingin menambah bebanmu lagi.

Sekarang, aku berusaha tidur lelap, esok hari aku akan membuang kerduas berisi kalung salib pemberianmu, beberapa tiket bioskop, bingkai foto, boneka, dan beberapa puisi yang kamu tuliskan untukku. Esok hari, aku akan membuat semua barang itu ke tempat sampah, dan setelah hari itu; aku akan sukses melupakanmu.

Aku beranjak tidur dan meraih parfum Barcelona, aku menyemprotkan parfum itu ke seluruh tubuhku. Dengan begini, aku akan tidur lebih pulas karena aku merasa sedang tertidur lelap dalam pelukanmu.


Pafrum itu masih penuh di botolnya, untuk beberapa hari ke depan aku masih punya cadangan untuk mengganti aroma tubuhmu yang telah pergi. Aku tak tahu, apakah dengan begini, aku bisa benar-benar melupakanmu?