27 May 2014

Setelah Satu Minggu

Untuk Pria bertatapan mata sendu, berbehel abu-abu, bersuara merdu.

Terima kasih untuk satu minggu yang penuh warna-warni, penuh hujan dan pelangi, penuh tanya dan misteri. Terima kasih untuk percakapan manis dalam setiap pesan singkat kita, dalam setiap sambungan telepon, dalam setiap tawa meskipun baru satu kali aku menatap matamu. Terima kasih untuk kisah-kisah baru yang membuat aku lengkap sebagai perempuan. Terima kasih kamu masih di sini, membiarkan aku membangun mimpi-mimpi baru, meskipun hingga saat ini kamu tak sadar; kamulah jawaban dari semua mimpiku.

20 Mei 2014, godaan yang tak kuharapkan mendapat balasan itu, ternyata kaugubris dengan hangat dan syahdu. Beberapa kata yang berujung pada percakapan intens melalui pesan pribadi di Twitter. Aku menyapamu dengan satu kata, "hey" yang kaubalas dengan tiga balasan, dengan satu emoticon senyuman. Saat membaca itu semua, kembang api lebaran segera melesat di dadaku, jentikkan jemariku di laptop semakin bersemangat ketika membalas pesanmu. Kita saling membuat janji, berkolaborasi dalam sunyi, mengawali yang belum pernah terjadi, mewujudkan semua yang hanya jadi mimpi-mimpi. Aku semakin dibuai dan terlena oleh kehadiranmu, rasanya aku tak ingin perkenalan ini dibatasi oleh ruang dan waktu. Rasanya aku ingin semua tak berjalan instan, atau kalau boleh aku sedikit berharap, aku ingin kauabadi dalam jengkal napasku.

Aku tahu kita berbeda dalam banyak hal, kamu pendiam, aku meledak-ledak. Kamu tak ingin bercerita banyak hal, sementara aku pun juga begitu, diam namun jahil dalam tulisan. Aku tahu, Sayang, media kita saling mengungkapkan cinta itu berbeda. Kaudengan candaan khasmu, aku dengan tulisanku, dan kita lengkap walaupun berbeda. Kehadiranmu sejujurnya berbeda dari pria-pria lainnya, yang membisikkan mimpi dan membiarkanku terlelap dalam tidur panjang. Kamu tidak begitu, Sayang, kamu pelan-pelan mengetuk pintu hatiku dan menyodorkan bunga mawar merah yang tak kusadari indah namun penuh duri.

Berkenalan denganmu ternyata bukan hal yang mudah. Aku merasa kamu terlalu sempurna untukku, aku terlalu lemah dan terlalu rendah untukmu. Sebagai wanita yang bukan siapa-siapa, aku hanya bisa melamunkan betapa suatu hari nanti kita bisa lebih dari sekadar teman bercanda. Lamunan itu seketika buyar ketika kutahu aku mungkin tak pernah terlihat lebih di matamu, mungkin kaupikir aku hanya akan jadi tempat singgah yang asik, sementara aku mengharapkanmu tetap tinggal dan tidak akan pernah pergi.

Iya, ini yang kubilang berharap terlalu tinggi. Salahku yang menginginkan semua lebih dari ini, salahku yang berharap kita bisa berjalan lebih jauh dari ini. Sayangnya, Sayang, ada jarak yang memisahkan kita, aku tak tahu jarak itu berbentuk apa, tapi aku merasa kita sangat jauh meskipun rasanya kauselalu ada di sini menemaniku meskipun hanya lewat pesan singkat dan telepon. Entah bagaimana caranya, kamu berhasil merenggut perhatianku tanpa sisa, kamu sudah jadi satu-satunya meskipun kamu memperlakukanku sebagai salah satunya. Sayang, luka karena aku mulai mencintaimu ini awalnya tak terasa perih, namun semakin aku mengenalmu, semakin aku merasa jauh darimu.

Setelah satu minggu perkenalan kita, rasanya aku perlu mendeklarasikan ini, membuat sebuah peringatan kecil bahwa kamu pernah hadir dan singgah, meskipun hingga sekarang kauhanya datang dan pergi. Setidaknya kamu pernah ada, membawa sesuatu yang kupikir cinta, memberi sesuatu yang ternyata berujung luka. Aku masih ingin menunggu kamu yang ramah dan hangat itu kembali, bukan kamu yang dingin, kamu yang memberi jarak, kamu yang tak sadar betapa aku sangat mencintai dan menggilaimu.

Atas semua perasaan aneh yang sebenarnya juga tak kupahami ini, aku ingin bilang sesuatu. Aku kangen kamu. Iya, kamu, malah noleh!

dari pengagummu
yang sedang ketakutan
takut perjuangannya diabaikan
takut cintanya dipermainkan.

2 comments: